Barangkali tidak semua orang dapat mengingat kejadian 18 tahun
silam, bahkan tak ada yang mau mengingat.
Waah bahaya juga kalo gada yang
ingat, soalnya itu adalah sejarah, yang sangat mengerikan dan merugikan semua
orang, kecuali si penghasut (pemfitnah) yang bertanggungjawab atas
kejadian-kejadian itu.
Bagaikan terjatuh dua kali ke dalam lubang yang sama, delapan
belas tahun kemudian beberapa orang telah menyulut api kebencian yang telah
redup beberapa belas tahun itu, dengan memanfaatkan satu saja kekhilafan
seseorang, begitu mudahnya terbawa suasana.
Sebagai seorang muslim dan juga sebagai salah satu penyempurna
warga muslim terbesar di dunia memang menyakitkan merasakan anggota tubuh
lainnya terseret-seret oleh kenyataan pahit yang tak pernah hilang dari
kenyataan. Tapi asalkan tidak terlalu berlebihan menanggapi kenyataan itu,
meskipun pahit, akan terasa seperti mimpi buruk yang hanya berlalu setelah
bangun.
Penyesalan selalu datang belakangan→nasi sudah jadi
bubur. Sangat nyata dirasakan dan terrealisasikan jika semua kekalahan dan
kelelahan telah terasa barulah mereka berfikir, setidaknya itulah sedikit
gambaran tentang manusia indonesia saat ini.
hmmmh,,, lagi lagi tentang kepentingan kelompok.
Siapa yang tahu apakah penista masih memiliki dendam lama yang
selalu terniang. Dan sang mayoritas yang tersandung batu kerikil kecil yang tak
terima dan menyalahkan batu seperti tidak waras.
Selain itu, media memiliki peran ganda, selain menjadi penyulut,
penyebar, dan pengeruh suasana karena masalah kecil dapat dihebohkan ke seluruh
dunia, mereka juga menjadi penyulut, penyebar obat yang dapat menjernihkan
pikiran orang-orang yang berfikir.
Saya dan anda bersama-sama masing-masing kita masih membutuhkan
banyak-banyak belajar.
Semoga kita melakukan tindakan yang dibenarkan, bukan yang
dibenar-benarkan. Dan jangan biarkan orang yang berada di balik layar tertawa
terbahak-bahak sambil bertepuk tangan melihat para musuhnya saling menghancurkan.
Sumber gambar :
Sindonews & Republika